Wilayah Hindia-Timur digunakan untuk menyebut wilayah koloni Belanda
yang terletak belahan Asia. Istilah ini digunakan oleh orang Eropa,
baik Belanda (Oost Indies), Inggris (East Indies) atau Perancis (Inde
Orientale). Berdasarkan laporan yang dibuat oleh Daendels sebelum
kedatangannya ke Jawa, wilayah Hindia-Timur meliputi:
• Pulau Jawa
• Kepulauan Maluku
• Makassar
• Palembang
• Banjarmasin
• Sumbawa
• Bangka & Belitung
• Timor
• Seram
Semua wilayah koloni di atas berada di bawah kekuasaan Raad van Indie
atau Pemerintahan Agung ( =Gubernur Jenderal + Dewan Hindia) yang
berkedudukan di Batavia. Konsep negara Hindia-Timur ini sudah pernah
diajukan proposalnya oleh Jan Pieterszoon Coen, kepada para Direktur VOC
dengan judul “Diskursus Mengenai Negara Hindia”. Sebelum ditunjuk
sebagai Gubernur Jenderal, Coen sudah dipercaya oleh Direktur VOC untuk
memegang komand atas dua kapal dan memberinya gelar Pedagang Kepala atau
Pedagang Utama (Eerste Koopman). Menurut catatan, umumnya jabatan
Gubernur Jenderal VOC diberikan kepada pegawai yang sudah mencapai
tingkatan sebagai Pedagang Kepala.
VOC berdiri pada tanggal 20
Maret 1602 berdasarkan oktroi yang dikeluarkan oleh Staten-Generaal
dengan salah satu klausulnya adalah tidak satu pihak pun selain VOC
diperbolehkan mengirimkan kapal-kapal dari negeri belanda ke daerah di
sebelah timur Tanjung Harapan dan di sebelah barat Selat Magalan atau
menyelenggarakan kegiatan perdagangan di wilayah tersebut. Dengan oktroi
tersebut, dapat dikatakan bahwa VOC tidak hanya diberikan hak monopoli
tapi juga mendapat wewenang politik yang berfungsi juga sebagai
pemerintah dan mendapat kekuasaan penuh untuk menjadi wakil dari
pemerintah Belanda terutama apabila berhadapan dengan raja-raja dan
penguasa-penguasa di Timur. Oleh karenanya, sebagai organisasi yang
mendapat hak oktrooi dengan kekuasaan yang begitu besar harus melapor
secara berkala segala tindakannya di Staten General Belanda.
Pada
tanggal 27 Nopember 1609 ditetapkan bahwa penguasa tertinggi di
Indonesia adalah Gubernur Jenderal dan Raad van Indie. Pada masa VOC
kekuasaan Raad van Indie lebih besar dari Gubernur Jenderal sehingga
segala aktivitas dalam menjalankan tugas-tugas dan fungsi harus
diresolusikan atau dimusyawarahkan.
Pada 1641 Malaka jatuh ke
tangan VOC dari tangan Portugis. Pada 1645 Maluku terbebas dari
gangguan, sedangkan jatuhnya Banten dan setelah Sultan Agung wafat pada
bulan Pebruari 1646 Mataram ingin berdamai dengan VOC. Sejak saat itu
praktis dimulailah masa keemasan VOC di Nusantara. Selama abad ke-17
berkembang bentuk pemerintahan yang juga terdapat dalam pemerintah
Republik Belanda.
Perkembangan ini tidak mengherankan, karena sebagian
besar para direktur VOC termasuk elite politik dan mengenal baik
seluk-beluk pemerintahan Republik Belanda.
Sejak tahun 1760-an
masa kejayaan VOC mulai meredup karena beberapa hal, antara lain
keterlibatannya dalam berbagai konflik dengan penguasa2 lokal. Hal ini
diperparah dengan korupsi di tubuh VOC yang membuat keuntungan
dagangnya terkuras, sehingga sejak pertengahan abad ke-18 VOC tidak lagi
memberikan deviden ke pemegang saham, bahkan sebaliknya berhutang.
Akhirnya pemerintah Belanda mengambil alih semua utang-piutang VOC.
Namun sebelum raja Belanda bertindak, pada awal bulan Desember 1794 atau
akhir bulan Januari 1795 Perancis menyerbu Belanda dan memaksa Raja
Willem van Oranje melarikan diri ke Inggris. Sejak tahun 1796 nama VOC
sudah tidak ada lagi di Eropa, namun di Hindia-Timur tetap dipakai oleh
penguasa baru Belanda sampai berakhirnya oktroi VOC pada bulan Desember
1799. Untuk mengawasi kegiatan di Hindia Timur, kemudian dibentuk
Kementrian Perdagangan Jajahan yang kemudian berubah menjadi Kementrian
Urusan Jajahan (Ministerie van Koloniën).
Pada tahun 1808 Louis
Napoleon mengirimkan Herman Willem Daendels ke Batavia untuk menempati
posnya sebagai Gubernur Jenderal Hindia Timur. Daendels dapat disebut
sebagai Gubernur Jenderal pertama yang mewakili Raja Belanda &
sekaligus pula sebagai pemimpin pemerintahan kolonial pertama di Hindia
(catatan: VOC merupakan kongsi dagang yang berada di bawah Heeren XVII).
Namun demikian, secara keseluruhan, masa pemerintahan Raja
Louis Napoleon di Hindia-Timur relatif singkat, karena pengganti
Daendels (1808-1811) yang dipanggil pulang ke Eropa, Jan Willem Janssens
hanya memerintah beberapa bulan saja. Pada Agustus 1811, armada Inggris
mendaratkan pasukan di Batavia. Janssens mundur ke Semarang dan
bergabung dengan Legiun Mangkunegara, prajurit2 Yogyakarta &
Surakarta. Pada tanggal 18 September 1811, Janssens menyerah kepada
pihak Inggris di Kalituntang, Salatiga. Gubernur Jenderal Inggris di
India, Lord Minto, menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan
Gubernur Jenderal di Jawa (1811-1816). Masa pemerintahan Inggris di
Hindia Timur tidak berlangsung lama. Sesuai dengan Traktat London 1814
antara Inggris dengan Belanda, pada tahun 1816 wilayah Hindia Timur
harus dikembalikan kepada Belanda.
Sementara di Eropa, pasca
kekalahan Napoleon oleh pasukan koalisi, Willem van Oranje kembali
menjadi raja di negerinya dan naik tahta sebagai Souverein vorst (1814)
kemudian sebagai raja (1815). Dengan kekuasaannya itu Raja menunjuk tiga
orang Commissaris Generaal, yaitu C.Th. Elout, G.A.G. Ph. Baron van der
Capellen, dan A.A. Buyskes, untuk mengambil alih jajahan Belanda di
Asia dari tangan Inggris. Mereka diberikan kekuasaan besar mewakili
Pemerintahan Agung (Raja).
Sejak masa Commissaris Generaal
inilah, sebutan Oost Indië atau Hindia Timur, berganti menjadi
Nederlandsch Oost Indië (Hindia Belanda Timur). Tidak lama kemudian nama
Hindia-Belanda Timur berubah menjadi Nederlandsch Indië (Hindia
Belanda), sesuai Staatsblad (Lembaran Negara) tahun 1816. Wilayah yang
tercakup dalam negara kolonial Hindia-Belanda pada awalnya hanya
mencakup wilayah-wilayah taklukkan VOC atau yang diklaim sebagai
taklukkan VOC, tidak termasuk Kerajaan Aceh, Bangka dan Belitung. Pada
awalnya Singapura dan Malaka termasuk dalam wilayah Hindia-Belanda
karena bekas taklukan VOC namun pada perkembangannya harus diserahkan
kepada Inggris sesuai dengan Traktat London 1814.
Setidaknya sejak tahun 1816 inilah dimulai masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda.
Sumber:
1. “Nusantara Sejarah Indonesia”, Bernard H.M. Vlekke
2. “Upaya Pemberantasan Korupsi di Hindia-Timur”, Djoko Marihandono, diakses dari http://staff.ui.ac.id/…/upayapemberantasankorupsidihindiati… pada tanggal 5 Pebruari 2015, jam 17.30
3. “Sejarah Tata Kearsipan di Indonesia”, Yulianti L. Parani, diakses dari http://anri.go.id/…/Artikel_Online_Sejarah_Tata_Kearsipan_d… pada tanggal 5 Pebruari 2015, jam 17.30
4. Lambang VOC pinjam dari http://www.geheugenvannederland.nl/
5. Gambar peta wilayah Hindia-Timur yang cocok dengan laporan Daendels pinjam dari sini http://www.zum.de/whkmla/histatlas/seasia/haxindonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar