Senin, 01 Juni 2015

Apakah VOC Hanya Sebuah Kongsi Dagang?

Sebelumnya saya pernah posting tulisan mengenai sejarah ringkas VOC, bisa baca di sini http://serpihan-sejarah.blogspot.com/2015/04/sejarah-voc-vergaan-onder-corruptie.html

Sesuai janji saya untuk menulis & sharing informasi lebih lanjut mengenai status VOC, berikut adalah tulisan yang berhasil saya rangkum dari beberapa sumber.

VOC memang sejatinya adalah perusahaan dagang hasil peleburan beberapa perusahaan dagang. Yang disebut terakhir ini sebenarnya “biasa” saja karena memang identik dengan perusahaan swasta pada umumnya, tapi setelah digabung & diberikan bekal khusus dari General Staaten (Parlemen) Negara Belanda ketika itu, maka perusahaan dagang ini jadi tidak biasa lagi dan yang menyebabkan tidak biasa itu adalah apa yang dikenal dengan “oktrooi”.

Sayangnya, sampai saat ini pembahasan mengenai sepak terjang VOC tidak cukup banyak diulas oleh sejarawan Indonesia padahal arsip2 VOC ini luar biasa banyak & sebagian masih tersimpan cukup baik di ANRI dan sebagian besar lagi di Belanda. Pun sangat terbatas sekali pembahasan mengenai “oktrooi” kecuali yang sering disebut padanannya adalah hak istimewa. Meski demikian, lumayan beruntung TS bisa mendapatkan beberapa tulisan yang merujuk ke dokumen2 VOC, baik langsung atau mengutip dari sejarawan Belanda.

Meski kata “oktrooi” selama ini diterjemahkan dari bahasa Belanda, tapi kita bisa temukan juga terminologi yang identik, yaitu “octroi” di kamus bahasa Inggris online Merriam Webster, http://www.merriam-webster.com/dictionary/octroi:

“a concession or privilege granted by an absolute sovereign and serving as a limitation on his authority”

Definisi ini menurut TS cukup relevan jika kita mengetahui hak-hak istimewa apa saja yang diberikan Staten Generaal kepada VOC berdasarkan Piagam 1602 “Octrooi van de Verenigde Oostindische Compagnie” yang menyangkut wewenang dan kekuasaan VOC.

Secara garis besar Piagam ini menjelaskan bahwa Staaten Generaal (parlemen) memberikan kuasa penuh kepada VOC sebagaimana layaknya sebuah negara di kepulauan Hindia-Timur untuk memonopoli perdagangan rempah2.

Hak-hak tersebut secara umum di bagi 2 yaitu:

1. Hak Monopoli
2. Hak Kedaulatan

Sedikit lebih rinci, yang termasuk dalam hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara antara lain:

• Membentuk angkatan perang
• Mengumumkan perang dan mengadakan perdamaian
• Membuat benteng
• Merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda
• Membuat aturan2 di daerah-daerah asing tersebut
• Menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri
• Memungut pajak

Jika kita baca satu per satu hak kedaulatan VOC di Piagam 1602 maka akan tercermin hak2 yang hanya dimiliki oleh sebuah negara yang direpresentasikan dalam fungsi2 eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Membentuk angkatan perang dan mengumumkan perang serta mengadakan perjanjian adalah contoh hak yang dimiliki lembaga eksekutif suatu negara.

Membuat aturan2 di daerah yang diduduki adalah contoh hak yang dimiliki lembaga legislatif.

Membentuk & menjalankan lembaga peradilan adalah contoh fungsi yudikatif, misalnya Raad van Justitite di Batavia.

Dalam bidang hukum sudah tidak diragukan lagi bahwa sistem tata hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh VOC, misalnya:

a) Pada tahun 1760 VOC memerintahkan D.W. Freijer untuk menyusun hukum yang kemudian dikenal dengan “Compendium Freijer”. Compendium ini diberlakukan dengan peraturan Resolutie der Indische Regeering tertanggal 25 Mei 1760 & dijadikan rujukan hukum dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi dikalangan masyarakat Islam di daerah yang dikuasai VOC.

b) Cribonsch Rechboek yang dibuat atas usul Residen Cirebon.

c) Compendium der Voornaamste Javaansche Wetten nauwkeuring getrokken uit het Mohammedaansche Wetboek Mogharraer, dibuat untuk Landraad Semarang pada tahun 1750.

d) Compendium Inlansche Wetten bij de Hoven van Bone en Gowa, disahkan oleh VOC untuk daerah Makassar.

VOC juga berhak membuat perbatasan negara dengan kerajaan2 merdeka di Nusantara, misalnya kita bisa baca di Pasal 3 perjanjian dengan Kerajaan Mataram tahun 1677:

“Kekuasaan pengadilan dan perbatasan Batavia berada dan akan tetap di tengah2 Sungai Kerawang, seperti yang diputuskan oleh Susuhunan Besar pada 1652 selama kehadiran Tuan Rijklof van Goens di Mataram, sehingga orang-orang Jawa di sebelah barat sungai Kerawang sampai Laut Selatan akan berada dalam wilayah VOC dan taat kepadanya; tetapi diminta agar supaya perbatasan boleh diperluas sampai Sungai Pamanukan, terhitung melintang sampai Laut Selatan, dengan rakyat yang berdiam di dalamnya tidak akan memberikan hasil apapun kepada Susuhunan...”


Sejarawan R. Moh. Ali mengutip uraian pengarang2 Belanda bahwa VOC merupakan suatu bentuk politik atau suatu badan kenegaraan (hal 329).

Selanjutnya Ali menyimpulkan bahwa dengan berpedoman kepada riwayat terjadinya “octrooi”, serta perkembangan selanjutnya dapatlah ditentukan bahwa VOC adalah suatu bentuk politik laksana suatu negara karena memenuhi syarat2 sebagai negara (hal 330). Hal ini diulangi kembali dengan menyatakan bahwa bagaimana pun juga VOC jelas merupakan suatu negara, lebih-lebih apabila dibandingkan dengan imperium Spanyol dan Portugis, yakni tentang hak memerangi, menduduki, memerintah daerah2 dan bangsa2 di luar wilayah Eropa yang dihadiahkan oleh Paus kepada raja2 Portugis dan Spanyol dengan piagam-piagam tahun 1493, 1494 dan 1529 (hal 331).

Secara organisatoris, pengangkatan seorang Gubernur Jenderal serta Raad van Indie pada tahun 1609 merupakan penyempurnaan pimpinan sentral yang menjamin pendirian negara di Hindia-Timur. Orang2 Belanda sendiri memberikan pengertian terhadap “kekuasaan Belanda” yang dibulatkan dengan negara Belanda di Hindia-Timur sebagai “het rijk in Azie” atau Imperium di Asia.

Ali juga mengutip dari F.W. Stappel dalam “De oprichtingder VOC” yang menyebut bahwa bagaimanapun juga VOC adalah suatu “gezagsorganisatie”. Bahasa awamnya “gezagsorganisatie” kurang lebih berarti organ yang bergantung pada fungsi negara.

Kesimpulan IMHO, pemberian hak yang demikian istimewa tersebut oleh Staaten General sudah melampaui kedudukan VOC lebih dari sekedar kongsi dagang. Meski memang VOC tidak dideklarasikan sebagai sebuah negara resmi tapi VOC sudah bertindak sebagaimana layaknya sebuah negara atau setidaknya sebagai kepanjangan tangan atau mewakili negara Belanda saat itu.

Menarik untuk mengemukakan pendapat seorang sejarawan Belanda yang juga menjabat sebagai Kepala Departemen Dokumentasi Sejarah KITLV, Dr. Gerrit Knaap, yang dalam desertasinya pernah menulis tentang "Cengkeh, Nasrani, VOC & Penduduk Ambon", ketika mengomentari, atau lebih tepatnya mengkritisi, akan dirayakannya 400 tahun berdirinya VOC pada tahun 2002 yang lalu, antara lain:

Di Belanda, masih ada sebagian kalangan yang masih memiliki “ideologi kolonial” dan beranggapan bahwa VOC itu semata-mata adalah suatu perusahaan dagang belaka dan bukanlah merupakan organisasi serupa kenegaraan yang bisa secara sistimatis melancarkan perang & penaklukkan terhadap bangsa-bangsa lain. Bagi mereka itu, tampaknya adalah tidak masuk di akal, bahwa orang-orang Belanda bisa mempraktekkkan kekuasaan penindasan dan kekejaaman terhadap rakyat Indonesia, seperti yang dilakukan oleh kekuasaan pendudukan Jerman atas rakyat Belanda dalam periode 1940-1945. Parahnya ialah, bahwa sesudah 1949, publik opini di Belanda banyak terpengaruh oleh pandangan tsb. Pengaruh itu bukan kecil dan sampai dewasa inipun masih ada di kalangan atas termasuk di Den Haag dan sementara lembaga kerajaan, kongkritnya tampak pada ide dan acara untuk memperingati dan merayakan 400 tahun berdirinya VOC.

Namun, masih menurut Dr. Gerrit Knaap, harus dikemukakan bahwa di kalangan generasi baru sarjana ilmu sosial Belanda, khususnya para sejarawannya, para dosen dan guru-guru pandangan "ideologi kolonial" itu sudah tiada lagi. Hal mana bisa di lihat di dalam penyusunan buku sejarah tahun 2001. Buku-buku tersebut secara terbuka mengutuk eksploitasi dan penindasan satu golongan bangsa tertentu terhadap golongan bangsa lainnya. Buku-buku tersebut menilai perbuatan kolonialisme Belanda di Indonesia dengan standar tau ukuran dan nilai-nilai deklarasi hak-hak azasi manusia dewasa ini. Ini segi positif yang mencerminkan kemajuan golongan generasi muda Belanda.

Sedikit maju ke periode Hindia-Belanda sebagai kelanjutan dari VOC, fakta yang terjadi di Belanda juga masih bisa kita temukan di sebagian kalangan kita yang berpikir bahwa Indonesia tidak (pernah) dijajah oleh Belanda.

Untuk paragraf terakhir di atas, mungkin kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan/pernyataan:

1. Kalo Belanda tidak menjajah wilayah yang dulu disebut Hindia-Belanda (sekarang Indonesia), silahkan baca Pasal 1 Konstitusi Kerajaan Belanda (perubahan setelah tahun 1814) yang memasukkan Hindia-Belanda sebagai wilayah koloni.

2. Kalo Belanda tidak menjajah wilayah yang dulu disebut Hindia-Belanda (sekarang Indonesia), apa maksudnya pemerintah Belanda mengangkat Menteri Urusan Negara Jajahan?

3. Silahkan baca pendapat2 ahli hukum di negeri Belanda menjelang dilaksanakannya Politik Etis, akan dengan mudah disimpulkan bahwa orang2 Belanda mengakui telah menjajah Hindia-Belanda sehingga perlu dilakukan politik balas budi.


Sumber:

1. “Pengantar Ilmu Sejarah”, R. Moh. Ali

2. “Bukan 350 Tahun Dijajah”, G.J. Resink

3. “Sejarah VOC Dalam Perang dan Damai 1602-1799”, Jan Kompeni

4. “Pengurus Pusat VOC & Lembaga-Lembaga Pemerintahan Kota Batavia (1619-1811) Sebuah Pendahuluan”, Dr. Hendrijk E. Niemeijer, bisa diakses di http://www.sejarah-nusantara.anri.go.id/…/brillvocinventari…

5. “Pengaruh Hukum Belanda Pada Peradilan Agama”, Muh. Jamal Jamil, bisa diakses di http://www.uin-alauddin.ac.id/download-8.%20Pengaruh%20Bela…

6. Yudha Thianto dalam Jurnal Teologi “Veritas” 12/2, Oktober 2011 bisa akses di http://www.seabs.ac.id/…/Veri…/8-Doa%20Bapa%20Kami-Yudha.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar