Minggu, 05 April 2015

Bekas Preman Jakarta Yang Jadi Menteri

Revolusi kemerdekan turut berkontribusi melahirkan jagoan-jagoan wilayah yang juga tercatat sebagai pejuang kemerdekaan.

Di antara beberapa nama yang pernah muncul adalah Haji Darip dengan Barisan Rakyat (Bara) yang menguasai wilayah Klender dan sekitarnya, ada Misnan dari Kampung Bali, dan Imam Syafe’i (ada juga yang menulis Syafi’i) atau Bang Pi’i atau Sape’i dengan Pasukan Istimewa (PI) nya.

Sape’i lahir bulan Agustus tahun 1923 dengan latar belakang kehidupan yang sudah akrab dengan kalangan bawah di pusat perekonomian Pasar Senen, seperti pedagang, kuli angkut, tukang becak. Sape’i digambarkan dengan perawakan tinggi 1.50an meter, bersuara baritone, berambut keriting, berkulit hitam, kerap berpenampilan necis dan rapih, serta mirip peranakan Arab. Pria kelahiran Pejaten, Pasar Minggu (catatan: ada juga yang menulis Sape’i kelahiran Kampung Bangka, Kebayoran Baru, ini juga piawai mengorganisir preman, pencopet dan penjambret. Ia semakin terkenal saat menewaskan preman Pasar Senen saat itu, Muhayar, yang berasal dari Bogor.

Sape’i diyakini oleh anak buahnya memiliki ilmu bela diri & kekebalan tubuh karena ia pernah belajar dari seorang guru di Kwitang dan di Cirebon.Sebelum masuk TNI, Sape’i adalah pimpinan sebuah Laskar Rakyat di wilayah Jawa Barat yang cukup sukses melucuti persenjataan, baik dari tentara Jepang atau Belanda di awal-awal kemerdekaan. Anggota Laskar ini umumnya adalah pencopet, pencuri dan preman Pasar Senen, namun memiliki persenjataan cukup lengkap & setara dengan kekuatan 1 batalion tentara. Saat masuk TNI, Sape’i bergabung dengan pasukan Siliwangi sampai pangkat Mayor tapi karena program Re-Ra, pangkatnya kemudian diturunkan jadi Kapten.

Setelah penyerahan kedaulatan RI dari Belanda dan pemerintah mengerucutkan jumlah tentara, banyak anak buah Sape’i yang tidak mendapat tempat di TNI, sehingga Sape’i menampungnya dalam sebuah wadah organisasi Cobra. Singkatan Cobra ini sebenarnya sedikit dipaksakan dari kepanjangan “Corps Bamboe Runtjing”. Cobra adalah salah satu organisasi keamanan yang diijinkan oleh KMKB (Komando Militer Kota Besar Djakarta Raya) untuk menjaga kemanan di daerah Kecamatan Salemba dan Senen. Saat itu ada 20 Organisasi Penjaga Keamanan yang disahkan oleh penguasa militer wilayah Djakarta Raya.

(Catatan: Ada juga kelompok di Bandung yang namanya mirip dengan Cobra yaitu Kobra singkatan dari Kolonel Bratamanggala, nama pimpinannya, mantan komandan Front Bandung Utara).

Kelompok Sape’i juga pernah dilibatkan dalam kegiatan politik tentara angkatan darat, yaitu saat dikerahkan tentara berdemo di Istana menuntut presiden untuk membubarkan parlemen dalam peristiwa 17 Oktober 1952 dengan dukungan pasukan dari Resimen 7 pimpinan Kemal Idris.

Kelompok Sape’i yang berdemo di istana itu dikordinir oleh dr. Moestopo, perwira Dinas Kedokteran Gigi AD dan Mayor Kosasih, Komandan Garnisun Jakarta. Sejak peristiwa itu, kelompok PI mempunyai pengaruh baik dalam lingkaran elite politik Jakarta maupun dunia kriminal.

Sape’i diberikan kepercayaan oleh Presiden Soekarno sebaai Menteri Negara Urusan Keamanan dalam Kabinet 100 Menteri yang tugasnya mengurus keamanan di Ibukota. Sape’i adalah satu-satunya menteri yang buta huruf. Karena kebanyakan anak buahnya di Cobra adalah copet, maka Sape’i sering disebut sebagai “Menteri Copet”. Sedangkan Oei Tjoe Tat menyebutnya “Robin Hood daerah Senen”.

(Catatan: Perihal Sape’i buta huruf, agak kontras dengan informasi bahwa Sape’i pernah mengkuti pendidikan di Seskoad Bandung, pada 1958. Kecil kemungkinannya kalo perwira yang buta huruf bisa mengikuti pendidikan lanjutan untuk perwira)

Sape’i dan kelompoknya pernah menghalau demo mahasiswa tahun 1966 yang menuntut Presiden Soekarno turun. Menurut Misbach Yusra Biran Sape’i tidak mengerti politik tapi setia kepada Soekarno. Mungkin atas dasar inilah Sape’i dimasukan dalam daftar menteri yang harus ditangkap dan akhirnya dipenjarakan oleh rezim Orba pasca kejadian G30S, padahal Sape’i termasuk orang yang bergabung dalam penumpasan PKI Madiun 1948.

Sape’i ditangkap pada tanggal 20 Maret 1966 bersama 14 menteri lainnya termasuk Soebandrio, Chaerul Saleh, Oei Tjoe Tat, Teuku Jusuf Muda Dalam, dll. Sape’i sempat menjadi tahanan rezim Orba selama 9 tahun (catatan: ada yang menulis hanya ditahan beberapa bulan) tanpa pernah diadili dan terakhir ditahan di Inrehab Nirbaya.

Sape’i meninggal pada tanggal 9 September 1982 di RSPAD Gatot Subroto dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel dan dimakamkan di Kalibata.


Sumber:

1. “Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945 – 1949”, Robert Cribb

2. Baca juga di http://alwishahab.wordpress.com/…/08/dr-basri-dan-bang-piie/

3. Baca juga di http://sejarah.kompasiana.com/…/bang-pie%E2%80%99i-van-sene…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar