Rabu, 11 Februari 2015

Kongres Perempuan Pertama Indonesia 22 Desember 1928

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, setiap tanggal 22 Desember di Indonesia dirayakan sebagai Hari Ibu Nasional. Perayaan ini diresmikan oleh Presiden Soekarno berdasarkan Dekrit Presiden No. 316 Tahun 1953, pada saat acara ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928.

Sedikit sumber yang menceritakan Kongres Perempuan Pertama dapat disarikan di bawah ini...
Kongres Perempuan 1928 oleh tokoh2 pergerakan & nasionalis, surat kabar & bahkan pejabat kolonial dinilai sebagai suatu keberhasilan yang luar biasa sehingga dijadikan sebagai tonggak sejarah bagi pergerakan perempuan Indonesia. Hari ulang tahun kongres tersebut dirayakan sebagai Hari Ibu yang gagasannya diusulkan dan diterima pada saat Kongres tapi ditetapkan menjadi hari besar nasional baru pada tahun.

Sentimen rasa nasionalis pada tahun itu memang sedang tinggi, hal ini ditandai dengan telah dilakukannya Kongres Pemuda Indonesia Ke-2 yang mendahului Kongres Perempuan, namun sejarah organisasi perempuan Indonesia sebenarnya telah dimulai tahun 1912, karena jika ditelusuri dari berdirinya organisasi perempuan pertama adalah pada tahun 1912.

Kongres diadakan di sebuah pendopo Dalem Jayadipuran, milik seorang bangsawan, R.T. Joyodipoero. Sekarang ini gedung tersebut sudah digunakan sebagai kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional di Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta.

Laporan tentang Kongres Perempuan Pertama mencatat bahwa sekitar 1.000 orang hadir pada resepsi yang diadakan tanggal 22 Desember 1928. Di antara yang hadir terdapat tokoh2 organisasi2 penting di Indonesia yang dipimpin oleh kaum lelaki, seperti Boedi Oetomo, PNI, Pemuda Indonesia, PSI, Walfadjri, Jong Java, Jong Madoera, Mohammadijah dan Jong Islamieten Bond. Para peninjau mencatat sejumlah tokoh penting yang hadir antara lain: Mr. Singgih dan Dr. Soepomo dari Boedi Oetomo, Mr. Soejoedi (PNI), Dr. Soekiman (PSI), A.D. Haani (Walfadjri). Selain resepsi, ada 3 pertemuan terbuka berikutnya selama berlangsungnya kongres.

Pers saat itu memberikan peliputan yang simpatik, misalnya surat kabar local Jawa, “Sedijo Tomo” menyatakan kekagumannya atas hasil2 kongres tapi juga mengingatkan agar gerakan perempuan yang meski terpengaruh Barat jangan sampai kehilangan ciri2 Timurnya.

Pejabat kolonial juga ikut mengomentari kongres ini seperti laporan Pejabat Penasihat Urusan Pribumi, Ch. O. van der Plas, yang melaporkan kepada Gubernur Jenderal dengan kalimat berikut:

“…laporan dari berbagai pihak memandang konferensi ini telah berhasil. Dalam kesempatan ini juga kenyataannya bahwa perempuan sering lebih realistis, lebih berimbang dan lebih beradab dalam pendekatan dibandingkan lelaki…Organisasi ini pantas mendapatkan ucapan selamat dan perhatian secukupnya…”

Bahkan van der Plas menyebutkan bahwa ia telah menugaskan istri seorang pegawai bawahannya, Patih Datoek Toemenggoeng, untuk menghadiri kongres dengan catatan harus memberikan laporan lengkap kepadanya. Nama istrinya adalah Rangkajo Chairoel Sjamsoe Datoek Toemenggoeng, seorang Minang pemimpin gerakan perempuan yang sedang naik daun. Laporannya menyebutkan bahwa sekitar 600 perempuan hadir mewakili generasi tua dan muda, berpendidikan dan tidak berpendidikan.

Jika dinilai sebagai kekurangan yang tercatat saat penyelenggaraan kongres, masalah keterwakilan gerakan organisasi2 dari daerah2 merupakan isu yang dihadapi. Walau catatan kongres menunjukkan bahwa ada 30 organisasi mengirimkan utusan, tapi sebagian merupakan cabang dari organisasi yang sama (lihat gambar tabel). Sejumlah organisasi di Sumatera mengirimkan telegram berisi dukungannya namun kelihatannya tidak bisa hadir lebih disebabkan karena masalah jarak dan keterbatasan transportasi.

Saat mencatat kegiatan kongres, Ny. Toemenggoeng terkejut karena tidak ada organisasi2 Sunda yang menurut panitia penyelenggara kongres tidak mengenal adanya organisasi Sunda, jawaban yang menurut Ny. Toemenggoeng keliru karena Ny. Abdoerachman sudah mendirikan organisasi yang sangat terkenal di Bogor dengan nama Kemadjoean Isteri tahun 1926.

Menurut catatan si penulis buku, Susan Blackburn, beberapa tokoh feminis Eropa merasa tersinggung karena kongres tersebut hanya diperuntukkan bagi "kaum Pribumi", suatu identitas yang membedakan mereka dari perempuan2 lain.

Jika dibandingkan dengan kongres perempuan Indonesia yang diadakan pada tahun2 berikutnya, Kongres Pertama ini memang didominasi oleh etnis Jawa & acara dibuka dengan lagu penyambutan dalam bahasa Jawa yang diciptakan oleh Soekaptinah. Namun demikian, Selama kongres, hanya 1 perwakilan organisasi yang berpidato menggunakan bahasa Jawa sedangkan sisanya berbahasa Melayu (sebutan untuk bahasa Indonesia jaman Hindia-Belanda). Mengenai bahasa Melayu ini sejak Mei 1928 sudah dijadikan materi dalam kursus yang diselenggarakan oleh Poetri Indonesia Cabang Yogyakarta (semula adalah organisasi sayap perempuan dari Pemoeda Indonesia & kemudian menjadi sayap perempuan PNI).

Sumpah Pemuda yang diadakan lebih dulu pada bulan Oktober 1928 menginspirasi tokoh2 perempuan dari kelompok guru muda Jong Java yang telah membentuk cabang Poetri Indonesia di Yogyakarta, untuk membentuk Panitia Kongres Perempuan yang diketuai oleh R.A. Soekonto dengan Nyi Hajar Dewantoro sebagai wakilnya & Soejatien (Ketua Poetri Indonesia Cabang Yogya) sebagai sekretaris. Ketiga tokoh perempuan ini sebenarnya tidak asing dengan dunia pergerakan karena memiliki hubungan dengan tokoh pergerakan nasionalis Indonesia. R.A. Soekonto adalah kakak dari Ali Sastroamidjojo, dari namanya Nyi Hajar Dewantoro sudah jelas isteri dari Ki Hajar Dewantoto sedangkan Soejatien (saat Kongres masih lajang) adalah murid Soekarno & Ki Hajar Dewantoro.

Beberapa pidato yang dibacakan oleh tokoh2 perempuan pada saat Kongres:

  1. "Pergerakan Kaoem Isteri, Perkawinan & Pertjeraian", oleh Ny. R.A. Soedirman dari organisadi Poeteri Boedi Sedjati
  2. "Deradjat Perempoean", oleh Ny. Siti Moendjijah (Aisjijah Djokjakarta)
  3. "Perkawinan Anak-Anak", oleh Saudari Moegaroemah (Poeteri Indonesia)
  4. "Kewadjiban & Tjita-Tjita Poeteri Indonesia", oleh Saudari Sitti Soendari
  5. "Bagaimanakah Djalan Kaoem Perempoean Waktoe Ini & Bagaimanakah Kelak", oleh Saudari Tien Sastrowirjo
  6. "Kewadjiban Perempoean di Dalam Roemah Tangga", oleh Saudari R.A. Soekonto (Wanita Oetomo)
  7. "Hal Keadaan Isteri di Europah", oleh Ny. Ali Sastroamidjojo
  8. "Keadaban Isteri", oleh Nyi Hajar Dewantoro


Sumber:

"Kongres Perempuan Indonesia - Tinjauan Ulang", Susan Blackburn, (YOI & KITLV)"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar