Dua hari sebelum Soekarno wafat, pada 19 Juni 1970, Hatta mendatangi
(besuk) Soekarno setelah mendapatkan ijin dari penguasa militer (saat
itu Soekarno dalam status karantina politik).
Wangsawidjaja menulis:
"Wajah tampan Soekarno sudah berubah tidak karuan & sangat pucat akibat bengkak & gangguan ginjal..."
Begitu Hatta datang, tiba2 mata Soekarno terbuka & dengan nada terkejut dia berkata lirih:
"Hatta, kamu ke sini?"
Meutia, putri sulung Hatta yang dulu tali pusarnya ditanam Soekarno di Reksobayan, Yogyakarta, mengungkapkan adegan berikutnya:
Hatta: "Bagaimana kabarmu, No?"
Hatta menyapanya dengan sebutan yang digunakannya di masa lalu. Dia
ingin memberikan kekuatan pada orang yang sangat dihormatinya. Bibir
Soekarno bergetar, tiba2 dia balik bertanya dalam bahasa Belanda:
Soekarno: "Hoe gaat het met jou?"
Hatta memaksakan tersenyum. Tangannya masih memegang lengan Soekarno
yang terisak bagai anak kecil sedang Hatta tak lagi mampu mengendalikan
perasaannya. Air matanya juga tumpah, Hatta ikut menangis.
"No..."
Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya yang bergetar menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya.
Meutia tidak kuasa meneruskan kisahnya karena langsung menangis.
2 hari kemudian, 21 Juni 1970, persisnya hari ini, 44 tahun yang lalu, bung Karno meninggal dunia.
Begitulah akhirnya seorang besar yang dikucilkan pergi untuk selama2nya dalam kesepian & kekecewaan yang mendalam.
Betapa terkejut Buya Hamka, seorang ulama besar, yang sempat difitnah
pada masa Demokrasi Terpimpin & meringkuk di penjara, meski berbeda
ideologi & politik tapi luluh hatinya ketika diminta menjadi imam
shalat jenazah.
Jauh sebelumnya, pada 1 Desember 1956, Hatta
memutuskan u/ mengundurkan diri dari jabatan wapres & membiarkan
Soekarno berjalan 'sendirian'.
Sumber:
1. "Djakarta 1945 Awal Revolusi Kemerdekaan", Julius Pour
Tidak ada komentar:
Posting Komentar