Selasa, 10 Februari 2015

Keuntungan Bisnis Dari Hindia-Belanda

Dalam pembelaan persidangan oleh Mr. J.E.W.Duijs dan Mr. Tj. Mobach terhadap 4 mahasiswa tokoh "Perhimpunan Indonesia", yaitu: Mohammad Hatta, RM. Abdul Majid Joyodiningrat, Ali Sastroamijoyo dan Nazir Sutan Pamuncak, di pengadilan distrik Negeri Belanda, terungkap sebuah data dari artikel yang ditulis oleh D.M.G. Koch di majalah Vakbeweging, tahun 1927, nilai ekspor Hindia-Belanda selama periode 1913-1924 sebagai berikut:

- Tahun 1913 sebesar Nf. 212,800,000
- Tahun 1914 = Nf. 265,500,000
- Tahun 1915 = Nf. 380,000,000
- Tahun 1916 = Nf. 447,600,000
- Tahun 1917 = Nf. 300,000,000
- Tahun 1918 = Nf. 120,000,000
- Tahun 1919 = Nf. 1,426,600,000
- Tahun 1920 = Nf. 1,028,800,000
- Tahun 1921 = Nf. 12,800,000
- Tahun 1922 = Nf. 386,800,000
- Tahun 1923 = Nf. 728,500,000
- Tahun 1924 = Nf. 843,282,000

Dalam kesimpulannya, Koch menulis:

"Usaha untuk secara sistematis, tahun demi tahun, mengingatkan penghisapan kekayaan yang dimiliki negeri ini (Hindia-Belanda), telah menyebabkan negeri ini sama sekali tidak sanggup melakukan pembangunan ekonomi & sosialnya sendiri"

Sumber lain menyebutkan, dalam naskah pidato yang diucapkan oleh Dr. F.G. Waller di hadapan rapat anggota Nederlandsche Werkgevers Bond di negeri Belanda tanggal 30 September 1927, ditulis bahwa dalam Dewan Pengusaha perkebunan menaksir jumlah keuntungan yang dapat dikenakan pajak dari perkebunan2, pertambangan & beberapa usaha kecil lainnya:

- Tahun 1924 sebesar Nf. 490,000,000
- Tahun 1925 sebesar Nf. 540,000,000

Menurut taksiran, 70% dari seluruh keuntungan dibayarkan kepada pemegang saham di negeri Belanda, yang jika dikalikan dengan rente yang berlaku sebesar 10% maka nilai usaha2 tersebut mencapai jumlah fenomenal, yaitu 3 jutaan s/d 4 jutaan gulden.

Di bagian akhir naskah pidato ditulis bahwa seluruh kekayaan Negeri Belanda yang dikenakan pajak berjumlah 12 milyar gulden, berarti kekayaan yang dimiliki di Hindia-Belanda merupakan 1/3 dari seluruh kekayaan negeri Belanda!

Makanya Belanda sangat ngotot untuk tidak mau kehilangan negeri koloninya yang kaya sumber daya alam ini karena mereka sangat tergantung dengan Hindia-Belanda.

Mengutip Prof. Frances Gouda dalam "Dutch Cultures Overseas: Praktik Kolonial di Hindia Belanda 1900-1942" dikatakan bahwa sejumlah besar penentu kebijakan atau tenaga profesional serta sebagian besar warga yakin bahwa ketergantungan nasional pada pendapatan yang dihasilkan oleh Hindia-Belanda bisa mencapai 40% atau 50%.

Oleh karenanya ada masa di mana semboyan singkat "Indie verloren, rampspoed geboren" ("Hindia hilang, malapetaka menjelang") sangat terkenal di negeri Belanda & menjadi anjuran untuk bersikap agresif terhadap kelompok Nasionalis Indonesia.

Sedemikian khawatirnya kehilangan wilayah koloni mereka, bisa kita baca dari ungkapan bekas walikota Rotterdam pada 1924:

"Bayangkan wilayah koloni kita hilang, dan negara kita yang kecil ini tidak lagi bisa memberi makan anak2nya. Bayangkan jika kita kehilangan segalanya, seluruh posisi kita di dunia akan runtuh berkeping2"

Jadi, masih adakah yang tega bilang penjajahan menguntungkan negeri yang dijajah?


Sumber:

1. "Membela Mahasiswa Indonesia di Depan Pengadilan Belanda", Mr. J.E.W. Duijs

2. "Dutch Cultures Overseas: Praktik Kolonial di Hindia Belanda 1900-1942", Prof. Frances Gouda

1 komentar:

  1. dan kekhawatiran walikota Rotterdam pada 1924 nyata tidak terbukti......

    BalasHapus