Rabu, 11 Februari 2015

Pangeran Diponegoro Kalah Perang Karena Serong?

Judulnya mungkin nyeleneh & provokatif karena kita sudah terbiasa dijejali dengan cerita sisi heroiknya saja jika membaca atau mempelajari figur seorang pahlawan, yaitu bahwa seorang pahlawan adalah figur yang tanpa cacat.

Coret2an singkat ini mencoba melihat sisi manusiawi seorang pahlawan tanpa bermaksud menihilkan sama sekali peran kepahlawanannya atau mencemarkan nama baiknya karena cerita ini didasarkan pada hasil riset puluhan tahun si peneliti yang fokus di kehidupan Pangeran Diponegoro.

Sudah jadi pemahaman yang umum di kalangan orang jawa, jika seseorang yang karena ketekunannya bermeditasi & mendekatkan diri kepada Penguasa Alam Semesta maka ia biasanya akan memiliki kemampuan "lebih" dari orang biasa berupa kesaktian atau ilmu kanuragan. Pangeran Diponegoro salah satunya.

Ia digambarkan sering bermeditasi & berdoa di tempat khusus yang ia buat di kediamannya di Tegalrejo atau di tempat lain seperti goa, gunung atau sungai dan karenanya, Pangeran Diponegoro dipercaya memiliki kesaktian.

Terkait dengan semadi yang dilakukannya dapat dilihat di Babad Diponegoro sedangkan mengenai kesaktiannya dicatat di beberapa tulisan, misalnya dalam buku "De Java-Orlog van 1825-30" (Louw dan De Klerck 1894-1909, VI:251) disebutkan kemampuan Pangeran Diponegoro mengutuk siapa pun yang ingkar janji atau berkhianat, atau di dalam "The Power of Prophecy, Prince Dipanegara and the End of an Old Order in Java" (Carrey 2008: 116) disebutkan bahwa barang2 pribadinya seperti tongkat bergagang besi cakra memiliki kekuatan supranatural.

Bahkan kekeramatan beliau diketahui meluas di medan tempur oleh tentara kompeni. Hal ini disebut di dalam buku "Een en ander omtrent Dipo Negoro" (De Gids 2:407-35). Namun karena tidak percaya dengan kekebalan tubuh Pangeran Diponegoro sampai dibuat spekulasi bahwa Sang Pangeran menggunakan pakaian tempur dari besi seperti disebut oleh Louw dan De Klerck (1894-1909, II:517).

Lalu apa hubungannya dengan judul tulisan di atas?

Dijelaskan di dalam buku Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro (Peter Carey) ada cerita menarik yang terjadi di Gawok, sesuai Babad yang dibuat oleh Diponegoro (halaman 312), bahwa ia berusaha menegaskan ringannya luka yang diderita demi meyakinkan istrinya bahwa ia tidak berbuat serong.

Kepercayaan yang dianut umum di Jawa beranggapan bahwa kekebalan & kekuatan lain akan lenyap jika orang yang memilikinya menyeleweng atau berperilaku tidak pantas. Karena Pangeran sebenarnya telah tidak setia, tidur dan berselingkuh dengan gadis cina persis sebelum pertempuran terjadi, ia cemas jika istrinya, Raden Ayu Maduretno, bakal menghubung2kan luka tembak dan kekalahannya dalam pertempuran dengan penyelewengan tersebut.

Lalu siapa yang dimaksud dengan gadis cina di dalam Babad Diponegoro itu? Nyonyah Cina itu bukan istri resmi atau selirnya tetapi tawanan perang yang kemudian dijadikan tukang pijatnya (halaman 312).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar