Jika berbicara mengenai kemerdekaan bangsa Indonesia (i.e. 17
Agustus 1945), maka tidak bisa lepas dari 2 orang tokoh besar bangsa ini
(tanpa bermaksud menihilkan peranan tokoh lainnya), dan keduanya
merupakan di antara "The Founding Fathers" yang pernah dilahirkan negara
ini, Soekarno-Hatta.
Dengan karakternya masing2, mereka
sebenarnya memiliki perbedaan2 yang sangat prinsip. Sedikit contoh,
misalnya Bung Karno pernah menyebut Bung Hatta seorang pedantik alias
suka menonjolkan keilmuannya, terlalu teoritis & selalu berorientasi
ke Barat. Sementara Bung Hatta mengkritik Bung Karno bertujuan baik
tapi langkah2 yang diambil seringkali menjauhkan dia dari maksud baik
itu. Polemik antara kedua tokoh ini mencuat sejak 1932 s/d 1933,
meskipun menurut Wawan Tunggul Alam, SH., penulis buku “Pertentangan
Sukarno vs Hatta”, benih polemik sudah ada sejak tahun 1929. Menurut
Bung Karno, meeka tak pernah berada dalam getaran gelombang yang sama,
terutama di masa pergerakan setelah Bung Hatta kembali ke tanah air.
Rupanya kekhawatiran anggota masyarakat yang mengamati perbedaan
prinsip kedua calon pemimpin bangsa Indonesia saat itu sempat diangkat
& ditanyakan oleh seorang pembaca berinisial “NS” dari Padang di
rubrik Primbon Politik (rubrik tanya jawab soal politik antara pembaca
dan Bung Karno) di majalah Fikiran Rakjat No 29 tertanggal 23 Desember
1932. Bung Karno, yang juga sebagai Pimpinan Redaksinya, menjawab
singkat “Dalam tujuan politik belum”.
Tapi sejarah membuktikan
bahwa ada masa di mana keduanya bisa berjalan bersama justru di saat2
yang paling genting & menentukan untuk perjalanan bangsa Indonesia.
"Dwitunggal" secara sederhana dapat dipahami dengan bersatunya kedua
tokoh yang memiliki perbedaan untuk mencapai tujuan yang sama, Indonesia
merdeka, dengan mengikis ego masing2 dan mengesampingkan perbedaan2
tersebut.
Lalu darimana sebenarnya sejarah "dwitunggal" bermula?
TS belum menemukan catatan yang pasti perihal kapan istilah Dwitunggal
untuk Soekarno-Hatta mulai digunakan dan siapa yang pertama kali
menggunakan atau mengusulkan penggunaan istilah itu.
Tapi
setidaknya kita bisa telusuri dari testimoni Boerhanuddin Harahap di
dalam buku "Bung Hatta, Pribadinya Dalam Kenangan", yang disunting oleh
anaknya, Meutia Farida Swasono.
Suatu ketika, setelah dibebaskan
dari tahanan politik & kembali ke Jawa, Bung Hatta datang ke
pemondokan yang dihuni pemuda & pelajar (istilah untuk kata
"mahasiswa" di masa itu), yang salah 1 penghuninya adalah Boerhanuddin
Harahap. Rumah pondokan tersebut terletak di jalan Menteng Raya, bekas
Hotel Schomper sebelah utara kantor GPI saat testimoni itu dibuat. Rumah
pondokan ini dikelola oleh Bapperpi (Badan Perwakilan Pelajar2
Indonesia) yang diketuai oleh Saudara Soepeno. Itulah kali pertama para
mahasiswa putus kuliah berjumpa dengan Bung Hatta, tapi pada saat itu
Bung Karno belum berada di Jakarta karena masih di tempat pembuangannya
di Bengkulu. Pertemuan itu berlangsung singkat dan tidak ada ceramah
atau diskusi2 lainnya karena sikonnya belum memungkinkan.
Suatu
ketika ada kabar dari Soepeno bahwa akan diadakan malam perkenalan &
silahturahmi dengan Bung Karno dan Bung Hatta di suatu tempat. Saat itu
rumah pondokan mahasiswa putus kuliah sudah dipindah ke Jalan Cikini
71. Soepeno meminta agar semua mahasiswa penghuni rumah pondokan hadir
dan menunjuk Boerhanuddin Harahap sebagai ketua rombongan.
Pada
hari H, pertemuan itu dilakukan di bekas gedung Deutsches Haus di Jalan
Merdeka Barat sekarang, tapi Boerhanuddin tidak ingat siapa saja tokoh2
yang hadir tapi ia masih ingat bahwa pertemuan itu penuh sesak &
semua hadirin berdiri. Tiba2 ada suara seseorang yang meminta perwakilan
dari pelajar untuk memberikan saambutan, dalam hal ini adalah
Boerhanuddin yang mengemukakan bagaimana selanjutnya menghadapi situasi
sesudah mereka (Bung Karno dan Bung Hatta) bebas dari pembuangan dan
muncul kembali di tengah2 masyarakat dalam situasi baru, di mana tentara
Jepang sudah menguasai hampir seluruh wilayah Indonesia (masih
Hindia-Belanda sebelum merdeka).
Bung Karno lalu angkat bicara dengan spontan merangkul Bung Hatta dan berbicara di muka para hadirin:
“Ini bukti kami bersatu!”.
Oleh Boerhanuddin Harahap, momen itulah yang dianggap menjadi awal mula
penggunaan istilah "Dwitunggal” dan sejarah mencatat setelah momen itu
Bung Karno dan Bung Hatta selalu berdampingan di muka umum dan saling
mengisi.
Namun sebenarnya, pertemuan antara keduanya dan, saya sebut saja ikrar, "Dwitunggal" sudah terjadi dalam pertemuan sebelumnya. Hal ini dijelaskan oleh wartawan senior H. Rosihan Anwar di dalam bukunya dengan peristiwa berikut:
Malam
pertama setibanya Soekarno di Batavia setelah dari pengasingan, sehari sebelum bertemu dengan
Jenderal Imamura, di rumah Hatta terjadi pertemuan yang menjadi tonggak
penting dimulainya perjalanan sejarah bangsa Indonesia antara, Soekarno,
Hatta & Sjahrir.
(Catatan: tidak dijelaskan oleh Rosihan Anwar apakah pertemuan itu hanya dihadiri oleh 3 orang atau ada saksi lain)
Dalam pertemuan itu Soekarno berkata kepada Hatta:
"Saudara
dan saya telah melalui suatu masa perselisihan yang mendalam. Walaupun
ada saatnya kita mungkin tidak mencintai satu sama lain, kini kita
mempunyai pekerjaan yang jauh lebih besar daripada kita berdua.
Perbedaan dalam soal partai atau strategi tidak lagi ada. Sekarang kita
bersatu. Bersatu dalam perjuangan bangsa!"
Lalu Hatta menjawab: "Setuju!"
Kemudian mereka berdua berjabat tangan dengan azmat.
Lalu Soekarno bilang:
"Ini
adalah lambang Dwitunggal, dua-dalam-satu. Sumpah kita khidmat untuk
kerja berdampingan tidak pernah akan berpisah sampai tanah air kita
seluruhnya menjadi merdeka!"
Bersama
dengan Sjahrir, yang ikut hadir dalam pertemuan penting itu, mereka
bertiga menyusun rencana untuk masa yad & mereka sepakat akan
bekerja sama pada dua peringkat, di permukaan secara terbuka & di
bawah tanah secara rahasia.
Sumber:
1. “Pertentangan Sukarno vs Hatta Demi Bangsaku”, Wawan Tunggul Alam SH
2. "Bung Hatta, Pribadinya Dalam Kenangan", Meutia Farida Swasono
3. "Musim Berganti Sekilas Sejarah Indonesia 1925-1950", H. Rosihan Anwar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar