Silungkang digambarkan sebagai sebuah desa dengan penduduk sekitar 300 rumah tangga yang terletak di Kecamatan Sawahlunto.
Desa ini terkenal dengan daerah penghasil kain tenun. Bahkan di dalam
surat kabar di Batavia atau di Surabaya senantiasa dapat dibaca iklan
"Kain Tenunan Silungkang" yang dipasang oleh, misalnya, perusahaan
dagang "Datuk Sati & Co." atau "Muchtar & Co." atau "Sulaiman
Labai & Zoon" yang berkantor pusat di Silungkang tapi memiliki
cabang di Padang, Batavia & Surabaya.
(Catatan: sampai
sekarang pun kani tenun Silungkang tetap jadi ikon produk daerah
Silungkang, silahkan baca tautan resmi pemerintah daerah Sawah Lunto)
Karena lebih maju dalam hal perniagaan maka pemikiran warganya juga
lebih maju dari desa2 lainnya. Namun demikian, seperti daerah Minang
lainnya yang dipengaruhi adat semando-matriarchaat, di kampung ini tidak
diterima semando (menantu) yang berasal dari kampung lain, bahkan di
Silungkang lebih ketat dari desa2 lain, juga tidak menerima kampung yang
berdekatan, yang terkenal di masa itu dengan istilah "anak dagang".
Cara berpikir lain yang lebih maju adalah dalam bidang politik. Hal ini
didukung dengan berdirinya Sarikat Islam pada tahun 1915 yang dipimpin
oleh Sulaiman Labai, Datuk Bagindo Ratu & Talaha Sutan Langit,
seiring dengan kemajuan perniagaan dari desa Silungkang.
Sarikat
Islam di Silungkang ini pernah mengadakan aksi pada tahun 1918 dengan
cara "membajak" 2 gerbong kereta api yang membawa ratusan karung beras
dari daerah penghasilnya di Solok ke Sawah Lunto yang kala itu sedang
mengalami penderitaan efek dari Perang Dunia 1.
Hal ini dilakukan
oleh Sulaiman Labai dibantu anggotanya setelah mempelajari
Undang-Undang Darurat Perang (Oorlog Ordonnantie). Beras hasil dari
"pembajakan" itu kemudian dibagi2kan kepada semua penduduk desa
Silungkang, tidak terkecuali yang bukan anggota Sarikat Islam.
Dua jam kemudian Controleur Sawah Lunto dengan pasukan Veldpolisi tiba
di Silungkang. Penduduk yang tadinya ramai mendapatkan jatah pembagian
beras kemudian pulang, hanya pengurus Sarikat Islam yang tinggal &
siap mempertangunggjawabkan perbuatan mereka.
Sulaiman Labai
(Ketua SI) & Datuk Bagindo Ratu kemudian dibawa ke Sawah Lunto namun
setelah mendengarkan argumentasi mereka, Hoofd van Plaatselijk Bestuur
Sawah Lunto hanya memberikan sanksi terguran keras agar tidak mengulangi
aksinya.
Pada tahun 1924 Sarikat Islam anak cabang Silungkang dilebur menjadi Sarikat Rakyat anak cabang Silungkang.
Bersambung...
Sumber:
1. "Pemberontakan Rakyat Silungkang, Sumatera Barat 1926-1927", A. Muluk Nasution
2. "Kemunculan Komunisme di Indonesia", Ruth T. McVey
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus