Rabu, 11 Februari 2015

Pemberontakan Rakyat Silungkang 1926 - Bagian 1

Silungkang digambarkan sebagai sebuah desa dengan penduduk sekitar 300 rumah tangga yang terletak di Kecamatan Sawahlunto.

Desa ini terkenal dengan daerah penghasil kain tenun. Bahkan di dalam surat kabar di Batavia atau di Surabaya senantiasa dapat dibaca iklan "Kain Tenunan Silungkang" yang dipasang oleh, misalnya, perusahaan dagang "Datuk Sati & Co." atau "Muchtar & Co." atau "Sulaiman Labai & Zoon" yang berkantor pusat di Silungkang tapi memiliki cabang di Padang, Batavia & Surabaya.

(Catatan: sampai sekarang pun kani tenun Silungkang tetap jadi ikon produk daerah Silungkang, silahkan baca tautan resmi pemerintah daerah Sawah Lunto)

Karena lebih maju dalam hal perniagaan maka pemikiran warganya juga lebih maju dari desa2 lainnya. Namun demikian, seperti daerah Minang lainnya yang dipengaruhi adat semando-matriarchaat, di kampung ini tidak diterima semando (menantu) yang berasal dari kampung lain, bahkan di Silungkang lebih ketat dari desa2 lain, juga tidak menerima kampung yang berdekatan, yang terkenal di masa itu dengan istilah "anak dagang".

Cara berpikir lain yang lebih maju adalah dalam bidang politik. Hal ini didukung dengan berdirinya Sarikat Islam pada tahun 1915 yang dipimpin oleh Sulaiman Labai, Datuk Bagindo Ratu & Talaha Sutan Langit, seiring dengan kemajuan perniagaan dari desa Silungkang.

Sarikat Islam di Silungkang ini pernah mengadakan aksi pada tahun 1918 dengan cara "membajak" 2 gerbong kereta api yang membawa ratusan karung beras dari daerah penghasilnya di Solok ke Sawah Lunto yang kala itu sedang mengalami penderitaan efek dari Perang Dunia 1.

Hal ini dilakukan oleh Sulaiman Labai dibantu anggotanya setelah mempelajari Undang-Undang Darurat Perang (Oorlog Ordonnantie). Beras hasil dari "pembajakan" itu kemudian dibagi2kan kepada semua penduduk desa Silungkang, tidak terkecuali yang bukan anggota Sarikat Islam.

Dua jam kemudian Controleur Sawah Lunto dengan pasukan Veldpolisi tiba di Silungkang. Penduduk yang tadinya ramai mendapatkan jatah pembagian beras kemudian pulang, hanya pengurus Sarikat Islam yang tinggal & siap mempertangunggjawabkan perbuatan mereka.

Sulaiman Labai (Ketua SI) & Datuk Bagindo Ratu kemudian dibawa ke Sawah Lunto namun setelah mendengarkan argumentasi mereka, Hoofd van Plaatselijk Bestuur Sawah Lunto hanya memberikan sanksi terguran keras agar tidak mengulangi aksinya.

Pada tahun 1924 Sarikat Islam anak cabang Silungkang dilebur menjadi Sarikat Rakyat anak cabang Silungkang.

Bersambung...


Sumber:

1. "Pemberontakan Rakyat Silungkang, Sumatera Barat 1926-1927", A. Muluk Nasution

2. "Kemunculan Komunisme di Indonesia", Ruth T. McVey

1 komentar: